Database menunjukkan bahwa kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan jumlah terbanyak dengan melihat relasi antara pelaku dan korban berkisar 84,39% dilakukan oleh suami dan mantan suami. Data tersebut tak berbeda jauh dengan data tahun lalu (85,32%). Data juga menunjukkan bahwa dua dan tiga orang perempuan mengalami lebih dari satu jenis kekerasan termasuk kekerasan fisik. Dan rentang usia korban terbanyak adalah 19-40 tahun (84,09%).
Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga
Laporan 2003
Layanan & Pengaduan Melalui Hotline
Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre yang memberikan layanan hotline dengan menyediakan bantuan konseling, pendampingan untuk bantuan medis, hukum, dan shelter secara cuma-cuma kepada perempuan dan anak yang mengalami kekerasan khususnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah memasuki usia pelayanan delapan tahun. Di tahun 2003 ini, Mitra Perempuan telah menyediakan tiga tempat layanan Women’s Crisis Centre yakni di Jakarta (hotline 021-83790010), Tangerang (021-7412149), dan Bogor (0251-331418). Pengembangan layanan ini tidak hanya membuat layanan kami bisa terjangkau oleh mereka yang berada di luar wilayah Jakarta, akan tetapi juga membuat Mitra Perempuan dapat lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat di sekitar tiga wilayah tersebut dan menyosialisasikan layanan.
Manfaat perluasan layanan dan program antara lain tercermin dalam peningkatan jumlah kasus baru yang masuk di tahun ini, yakni 20,35 % lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Tahun 2003 Mitra Perempuan memberikan layanan kepada 272 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dialami oleh 269 orang perempuan dan anak. Tercatat 56,06% orang yang datang ke Crisis Centre berasal dari Jakarta, sedangkan 28,03% dari Tangerang, 7,20% dari Bogor, dan 8,71% dari daerah lain. Data ini belum termasuk mereka yang mengontak hotline dengan tujuan mendapat informasi praktis tentang LSM, kepolisian, layanan kesehatan, dll.
Layanan yang paling banyak dimanfaatkan oleh perempuan dan anak adalah layanan konseling dan pendampingan, sebanyak 64% konseling dan 35,29% pendampingan (hukum, medis, dan shelter). Atas kerjasama delapan orang staf dan 21 orang relawan aktif yang terlatih, mitra Perempuan membantu mereka yang menurut pengakuan sebelumnya telah menghubungi pelayanan kesehatan (11,76%) dan pelayanan hukum (9,5%), serta sebagian besar mendatangi relasi keluarga (45,59%) dan bantuan orang terdekat di luar keluarga (20,96%) dalam rangka mencari bantuan.
Database menunjukkan bahwa kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan jumlah terbanyak dengan melihat relasi antara pelaku dan korban berkisar 84,39% dilakukan oleh suami dan mantan suami. Data tersebut tak berbeda jauh dengan data tahun lalu (85,32%). Data juga menunjukkan bahwa dua dan tiga orang perempuan mengalami lebih dari satu jenis kekerasan termasuk kekerasan fisik. Dan rentang usia korban terbanyak adalah 19-40 tahun (84,09%). Model database kasus kekerasan terhadap perempuan yang dirancang dan digunakan oleh Mitra Perempuan sejak tahun 2000, saat ini digunakan secara bersama oleh 12 Women’s Crisis Centre/LSM di daerah berbeda.
Peran Media Massa dan Pendidikan Publik
Pengakuan dari mereka yang pertama kali mengontak layanan Mitra Perempuan membuktikan bahwa media massa mempunyai peran yang cukup penting dalam menyosialisasikan layanan social kami di masyarakat. Sekitar 47% dari mereka telah mendapat informasi terlebih dulu dari media massa (atau 23,11% dar radio, 12,12% dari televisi, dan 11,36% dari media cetak). Di samping itu mereka juga mendapat informasi dari teman/kerabatnya yang kemungkinan besar juga dapat mengetahui tentang hotline sebelumnya dari pemberitaan di media massa. Kerjasama dengan dua radio dan pemasangan spot iklan layanan Hotline Mitra Perempuan juga Nampak membuahkan hasil. Terlihat dari informasi dari media tersebut di atas angka tertingginya diperoleh dari media radio.
Salah satu cara yang ditempuh oleh Mitra Perempuan untuk menyosialisasikan masalah KDRT dan layanannya kepada masyarakat agar dapat diakses dan dimanfaatkan secara efektif oleh mereka yang membutuhkannya adalah melalui kegiatan Pendidikan Publik. Selama setahun terakhir, para staf dan relawan Mitra Perempuan telah berdialog dengan lebih dari 7000 orang pekerja di pabrik dan ibu-ibu yang bermukim di Tangerang dan Bogor.
Perlindungan hukum dan Lambannya Proses Legislasi
Keprihatinan atas lemahnya perlindungan hukum bagi perempuan terutama mereka yang menjadi korban kekerasan dalam lingkup rumah tangga ini ternyata menjadi keprihatinan public. Selama tiga minggu terakhir Mitra Perempuan telah mengumpulkan lebih dari 1.639 tanda tangan yang dikirim melalui postcard berisi dukungan agar segera disahkannya Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Petisi ini yang dikirim oleh warga masyarakat dari berbagai pelosok daerah termasuk ditandatangani oleh para artis dan guru besar/dosen universitas. Rancangan Undang-Undang yang telah diusulkan oleh DPR RI untuk dibahas dengan pemerintah di DPR RI sampai saat ini masih menunggu respon dari Presiden untuk menunjuk instansi pemerintah yang akan membahasnya di badan legislative. Nampaknya berbagai komitmen negara yang disepakati oleh pemerintah dan dideklarasikan di tingkat nasional (seperti agenda Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, 2000) dan forum internasional (Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, 1993 di Wina; Deklarasi dan Platform of Action Konferensi Perempuan Sedunia IV, 1995 diBeijing, dll) masih belum dilaksanakan dengan konsisten sebagai bentuk penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, khususnya hak asasi perempuan.
Di penghujung tahun ini, kembali kami melihat dan merefleksikan pengalaman yang telah dilalui yakni betapa lambannya proses legislasi atau penerbitan Undang-Undang yang bermuatan perlindungan hukum bagi kepentingan perempuan di negara ini. Pengalaman kemarin juga memperlihatkan betapa mahalnya waktu dan kehidupan yang dibiarkan berlalu tanpa menghasilkan suatu perubahan konkrit (misalnya Undang-Undang baru) untuk mengatasi kelemahan perlindungan hukum yang berlaku saat ini.
Layanan Mitra Perempuan bersama pusat-pusat krisis lainnya secara social dan yuridis yang berperan sebagai institusi independen yang merespon kebutuhan perlindungan sementara dan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak nampaknya masih perlu diagendakan jangka panjang. Jalan panjang masih harus ditempuh untuk mendesak kebijakan negara yang lebih responsive terhadap kebutuhan perempuan yang jadi korban kekerasan.
Sebelum menutup catatan, Mitra Perempuan menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada seluruh mitra kerja dan jaringan, baik kalangan pers, lembaga donor, kedutaan besar, organisasi non pemerintah dan pemerintah, anggota parlemen, lembaga lainnya, dan individu karena kegiatan dan upaya kami tak lepas dari dukungan dan kerjasama kemanusiaan kita dalam melakukan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Sikap setia pada komitmen dan proaktif melakukan perubahan tetap diperluakan dalam menyususn agenda kerjasama di masa mendatang.
Selamat menyongsong tahun baru 2004!
Jakarta, 17 Desember 2003
Rita Serena Kolibonso, S.H., LL.M
Direktur Eksekutif