Layanan Pendampingan dan Statistik Kasus
Perjalanan panjang Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre dalam memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan berbasis gender telah lebih dari 14 tahun. Mitra Perempuan WCC yang didirikan oleh Yayasan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (1995) menyediakan layanan hotline, konseling, konsultasi dan pendampingan untuk bantuan medis, shelter dan hukum secara cuma-cuma kepada perempuan dan anak yang mengalami kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga. Sampai saat ini tersedia layanan di 3 WCC yakni Jakarta (Hotline 021-837 90010), Tangerang (Hotline 021-741 2149) dan Bogor (Hotline 0251-8331 418).
Selama tahun 2009 (hingga 14 Desember) tercatat bahwa Mitra Perempuan WCC memberikan bantuan dan layanan kepada 204 perempuan dan anak yang untuk pertama kali mengontak Mitra Perempuan dengan masalah kekerasan yang dialaminya. Mereka bertempat tinggal di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok dan sekitarnya; dengan mengakses layanan Mitra Perempuan WCC di Jakarta 60,78% (124 perempuan), Tangerang 21,57% (44 perempuan) dan Bogor 17,65% (36 perempuan). Data ini belum termasuk mereka yang mengontak Hotline untuk mendapat informasi praktis lainnya seperti Undang-undang/peraturan Pemerintah, LSM, Kepolisian, layanan medis, dll.
Data statistik menunjukkan bahwa secara kuantitas tahun ini terjadi penurunan 26,88% jumlah perempuan yang dilayani oleh Mitra Perempuan dibandingkan tahun 2008 (279 kasus); sebelumnya 2007 (283 kasus), 2006 (336 kasus). Akan tetapi secara kualitas, dampak kekerasan yang dialami korban cukup serius dan tetap memprihatinkan. 91,67% dari kasus kekerasan yang dialami perempuan tersebut merupakan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagaimana diatur UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dengan rincian 84,31% (172 orang) pelakunya adalah suami; 3,43% (7 orang) adalah mantan suami; 2,94% (6 orang) orangtua/saudara dan 0,98% (2 orang) majikan dan PRT. Terdapat juga 5,88% (12 orang) pelaku adalah pacar/teman dekat. Database kembali memaparkan fakta bahwa latar belakang status sosial, ekonomi & pendidikan Korban beragam. Demikian pula dengan profil Pelaku yang beragam latarbelakangnya. Fakta ini membantah anggapan dan mitos bahwa perbuatan kekerasan ini hanya terjadi pada mereka yang mempunyai status sosial & ekonomi rendah, tidak bekerja, berpendidikan rendah, dll.
Layanan Mitra Perempuan tahun ini diakses oleh 2,45% (5 orang) anak perempuan (usia 18 tahun ke bawah) dan 12,25% (25 orang) perempuan berusia 46 tahun keatas. Data menunjukkan bahwa 9 dari 10 perempuan (179 orang) yang memanfaatkan layanan Mitra Perempuan ternyata telah mengalami lebih dari satu jenis kekerasan (berganda/berlapis); diantara kekerasan fisik, psikis, seksual & penelantaran dalam rumah tangga. Dengan catatan mereka yang mengalami kekerasan fisik 64,70% (132 orang) sedangkan kekerasan seksual 23,53% (48 orang) dan penelantaran/ekonomi 64,71% (132 orang). Di samping itu, konflik domestik 50,49% (103 orang) seperti perebutan hak perwalian anak, hak waris & harta bersama, poligami dan perceraian, juga menyertai kasus kekerasan yang mereka alami. Melihat dampak kekerasan tersebut, 1 dari 2 perempuan mengalami dampak kekerasan yang mengganggu kesehatan jiwanya (mental health) termasuk 6 orang mencoba bunuh diri. Sedangkan 52,94% dari mereka terganggu kesehatan fisiknya dan 6,37% terganggu kesehatan reproduksinya.
Perempuan Bekerja sebagai Relawan Pendamping Korban KDRT
Di samping memanfaatkan layanan konseling Mitra Perempuan WCC, 24,51% (50 orang) perempuan yang mengalami kekerasan juga memanfaatkan layanan pendampingan untuk bantuan hukum ke Polisi, Jaksa dan Pengadilan, medis dan shelter (rumah aman) dan pemeriksaan medis (visum & pengobatan). Tercatat 20,10% diantara mereka yang didampingi Relawan Pendamping memilih untuk menempuh upaya hukum.
Kehadiran Relawan Pendamping dari Mitra Perempuan WCC telah membuka peluang korban KDRT untuk melaporkan kasusnya di Kepolisian hingga Pengadilan dan mengakses bantuan untuk melindungi hak-haknya. Para Relawan Perempuan telah dilatih khusus memberikan pelayanan WCC (telah dilatih lebih dari 135 Relawan perempuan sejak 1997). Menurut pasal 23 UU No. 23 tahun 2004, Relawan Pendamping berperan sebagai berikut:
- menginformasikan kepada Korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang Pendamping;
- mendampingi Korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan pengadilan dengan membimbing Korban untuk secara obyektif & lengkap memaparkan KDRT yang dialaminya;
- mendengarkan secara empati segala penuturan Korban sehingga Korban merasa aman didampingi oleh Pendamping;
- memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis & fisik kepada Korban.
Undang-undang telah memberikan perspektif baru kepada masyarakat luas tentang pentingnya upaya pencegahan dan perlindungan bagi Korban dengan mengatur kewajiban memberikan perlindungan & pelayanan oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, serta Advokat, Pekerja Sosial & Relawan Pendamping dan Tenaga Kesehatan.
Bekerja Dengan Lelaki Mengatasi KDRT
Salah satu insiatif penting yang diupayakan Mitra Perempuan WCC adalah bekerjasama dengan lelaki dalam mengatasi masalah Kekerasan terhadap perempuan khususnya KDRT. Hal ini telah diupayakan sejak tahun 2006, dan di tahun 2009 ini telah diluncurkan buku-buku berisi ‘Modul Konseling Bagi Pelaku KDRT’ (10 sesi konseling) dan ‘Modul Pendidik Kelompok Lelaki Mengatasi Masalah KDRT’ (5 sesi Pendidikan Publik). Kedua modul ini telah dipergunakan pada kegiatan konseling kepada 18 Narapidana dan Tahanan Lelaki di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan Rumah Tahanan Salemba, Jakarta yang dilakukan oleh 6 Konselor terlatih dari Petugas BAPAS dan LAPAS atas kerjasama dengan Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI. Para narapinana lelaki yang mengikuti 10 sesi konseling ini secara sukarela bersedia mengikuti program konseling ini sebagai bagian dari Pembinaan Narapidana yang putusannya terkait masalah KDRT. Pilot program yang telah dimulai di Jakarta ini diharapkan dapat dilanjutkan ke seluruh LP Indonesia mengingat Konseling bagi pelaku KDRT merupakan salah satu opsi putusan yang dapat ditentukan oleh hakim pengadilan perkara pidana KDRT (sesuai pasal 50 UU No. 23 tahun 2004).
Sedangkan Modul 5 Sesi telah dipergunakan pula pada kegiatan Peer Education yang dilakukan oleh 12 Relawan Lelaki Pendidik Kelompok yang dilatih oleh Mitra Perempuan kepada 5 kelompok lelaki di komunitas mahasiswa, urban kota dan gereja kristen protestan (terdiri dari 10-12 lelaki perkelompok). Kegiatan ini merupakan salah satu upaya pencegahan tindak KDRT atau kekerasan terhadap perempuan pada umumnya di lingkungan komunitas.
Hal ini terkait dengan sasaran strategis dari Kekerasan Terhadap Perempuan yang dirumuskan ‘Landasan Aksi dan Deklarasi Beijing (PBB, 1995) yakni: “melakukan langkah-langkah terpadu untuk mencegah dan menghapuskan tindak kekerasan terhadap perempuan; diantaranya tindakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah, Organsisasi Non Pemerintah serta Lembaga Pendidikan dan pihak swasta dengan menyediakan, mendanai dan mendorong program-program konseling dan rehabilitasi bagi pelaku-pelaku kekerasan dan memajukan penelitian untuk melanjutkan upaya-upaya yang berhubungan dengan konseling dan rehabilitasi, guna mencegah terulangnya kembali tindak kekerasan”.
Dukungan Sosial dari Masyarakat
Salah satu faktor penting yang menentukan keberlangsungan layanan Mitra Perempuan WCC adalah besarnya dukungan sosial (social support) yang diberikan oleh masyarakat sekitar WCC khususnya kaum perempuan. Penggalangan donasi “Dari Perempuan Untuk Perempuan: Dukungan bagi WCC” (22 Desember 2009) yang didukung oleh berbagai organisasi, institusi dan tokoh perempuan di Indonesia menjadi semangat tersendiri yang mampu mempertahankan kehadiran Mitra Perempuan WCC hingga kini. 48,04% perempuan yang mengakses layanan Mitra Perempuan merupakan rujukan dari lembaga terkait diantaranya Komnas Perempuan, 36,76%, Unit PPA kepolisian, PKT/PPT dan layanan kesehatan serta WCC dan institusi lainnya. Sedangkan 31,86% perempuan mendapat informasi tentang Mitra Perempuan dari teman dan keluarganya, serta 9,31% dari publikasi terbitan Mitra Perempuan.
Media massa tetap menjadi sarana penyampaian informasi bermanfaat bagi masyarakat khususnya kaum perempuan dan anak, hal ini terlihat dari data bahwa 10,78% perempuan yang mengontak Hotline Mitra Perempuan mendapat informasi dari Media Massa (7,84% suratkabar, tabloid & majalah; 2,94% radio & televisi). Peran media ini sejalan dengan upaya Mitra Perempuan mensosialisasikan UU dan memberikan pendidikan publik tentang akses dan hak-hak korban KDRT termasuk “6 Langkah Mengadili Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. Sebagai media pendidikan, Mitra Perempuan menerbitkan satu set informasi berdasarkan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Informasi ini dipublikasikan dan didistribusikan (10.000 set leaflet & poster) secara cuma-cuma kepada masyarakat melalui penegah hukum dan Organisasi Non pemerintah serta lembaga terkait.
Sebagai penutup, kami menyampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih kepada seluruh mitra kerja dan jaringan kerja; baik kalangan pers, profesional, organisasi non Pemerintah, Pemerintah, anggota Parlemen, lembaga donor, kedutaan besar, lembaga lainnya dan individu, atas kerjasamanya mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Masih banyak perubahan yang harus diupayakan. Kita songsong tahun 2010 dengan semangat baru – menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Selamat Tahun Baru 2010!
Jakarta, 22 Desember 2009.
Rita Serena Kolibonso, S.H., LL.M.
Ketua Pengurus