12/03/2009 Editor Comments Closed
Tanggal : 3 Desember 2009
Tempat : Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta
Penyelenggara : Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Dirjen HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI
Penulis Laporan : Elen Leony – Relawan Mitra Perempuan
Perempuan dan anak sangat rentan terhadap kekerasan dan kejahatan, termasuk kejahatan perdagangan manusia (trafficking). Terlebih, jika dilihat dari letak geografis wilayah Indonesia yang strategis, yang dapat dengan mudah menjadi daerah transit, pengirim, atau penerima manusia untuk diperjual-belikan.
Berdasarkan laporan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat (Trafficking in Person Report, 2006), Indonesia menyandang predikat Tier-2 Watch List. Artinya, Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk memerangi perdagangan manusia, tapi belum melakukan upaya yang berarti dan upaya yang dilakukan belum memenuhi standar minimum dan belum menunjukkan perbaikan yang berarti.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-Hak Sipil dan Politik – Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Hukum dan HAM RI mengambil empat wilayah Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Papua, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat sebagai sampel penelitian.
Hampir semua wilayah penelitian, kecuali Papua, sudah mempuanyai perangkat hukum, gugus tugas, dan infrastruktur untuk menangani rehabilitasi bagi korban trafficking dan sudah menjalankan pemenuhan hak untuk rehabilitasi korban sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2007 dan PP No. 9 Tahun 2008 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun demikian, pelaksanaan pemenuhan hak atas rehabilitasi korban belum seragam, sehingga tidak terdapat standar yang sama antar-daerah.
Kendala utama yang dihadapi pemerintah daerah untuk rehabilitasi korban trafficking adalah belum tersedianya rumah aman yang dapat memberikan pelayanan terpadu, karena faktor keterbatasan dana. Rehabilitasi korban justru diberikan secara parsial oleh beberapa lembaga yang ditunjuk. Di samping itu, beberapa instansi yang secara teknis memberikan pelayanan kepada korban trafficking, seperti rumah sakit memerlukan peraturan yang lebih rinci, seperti nota kesepahaman antara pemerintah daerah dengan rumah sakit untuk pemberian layanan kepada korban.
Seharusnya pemerintah pusat mendorong memaksimalkan pemerintah daerah yang sudah mempunyai perangkat hukum dan infrastruktur untuk merehabilitasi korban trafficking, baik dari segi dana, sosialisasi dan penentuan standar yang seragam penanganan korban. Khusus untuk Papua, pemerintah pusat hendaknya mendorong supaya pemerintah daerahnya membuat perangkat hukum, infrastruktur, dan gugus tugas untuk penanganan rehabilitasi korban trafficking. ***
Berita korban, penanganan, perdagangan manusia, perdagangan orang, rehabilitasi, trafficking